![]() |
Foto : LBH Wilayah Barat Aceh (WBA) salah satu dari 32 LBH yang ikut serta menanda tangani kontrak bantuan hukum |
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Wilayah Barat Aceh (WBA) salah satu dari 32 LBH yang ikut serta menanda tangani kontrak bantuan hukum yang di selenggarakan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kemenkum HAM Aceh)
Ketua LBH WBA Bunyamin Manik melalui pesan whatshap kepada Media detiknewsatjeh.my.id membenarkan bahwa lembaganya salah satu dari 32 LBH menandatangani kontrak bantuan hukum dari Kemenkum HAM Aceh.
"Alhamdulillah lembaga kami termasuk salah satu yang terakreditasi di Kemenkum Aceh dan Insya Allah kami siap untuk menjalankan amanah memberi bantuan bagi masyarakat tidak mampu untuk di bantu terkait masalah hukum di pengadilan maupun di luar pengadilan." ujar Bunyamin Manik putra Aceh Singkil itu, pada hari Jumat (25/04/2025)
Sebelumnya melalui laman aceh.kemenkum.go.id telah memberitakan tentang pelaksanaan kontrak dan koordinasi antara Kemenkum HAM Aceh bersama Lembaga Bantuan Hukum pemberi bantuan hukum beberapa hari yang lalu di Banda Aceh.
Kantor Wilayah Kementerian Hukum HAM (Kemenkum HAM) Aceh menggelar Rapat Koordinasi sekaligus Penandatanganan Kontrak Bantuan Hukum Tahun Anggaran 2025 di Aula Bangsal Garuda, Banda Aceh, hari Senin (21/4/2025)
Puluhan peserta hadir dalam kegiatan ini yang terdiri dari 32 Pemberi Bantuan Hukum (PBH) terakreditasi periode 2025–2027, unsur Biro Hukum Setda Aceh, serta 17 orang dari Panitia Pengawas Daerah.
Dalam sambutannya, Kepala Kantor Wilayah Kemenkum HAM Aceh, Meurah Budiman, menegaskan bahwa program bantuan hukum bukan sekadar inisiatif kebijakan, melainkan mandat konstitusional yang wajib diwujudkan negara.
“Layanan bantuan hukum ini khusus bagi masyarakat miskin dan diberikan secara gratis. Negara hadir di tengah-tengah mereka,” tegas Meurah.
Ia menyebutkan bahwa program ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Dalam aturan tersebut ditegaskan bahwa hak atas bantuan hukum adalah hak asasi manusia yang bersifat non-derogable rights, atau tidak bisa dikurangi dalam kondisi apa pun.
“Bantuan hukum adalah hak, bukan belas kasih negara. Ini tanggung jawab kita bersama untuk mewujudkan kesetaraan di depan hukum, akses keadilan, dan proses peradilan yang adil,” tambah Meurah.
Sementara itu, Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum, Muhammad Ardiningrat Hidayat, menjelaskan bahwa rapat koordinasi ini juga bertujuan memperkuat pemahaman para pemberi bantuan hukum terkait arah kebijakan dan tantangan pelaksanaan program di lapangan.
Ia pun melihat pentingnya koordinasi dan sinkronisasi agar bantuan hukum yang diberikan benar-benar menyasar masyarakat yang membutuhkan.
“Kita ingin layanan ini sampai ke orang-orang yang tidak punya akses terhadap informasi hukum atau bahkan tidak tahu harus ke mana saat menghadapi masalah hukum,” kata Ardiningrat.
Lebih lanjut, Ardiningrat menyebut kegiatan ini juga menjadi wadah untuk memetakan berbagai kendala yang selama ini muncul dalam penyelenggaraan bantuan hukum. Masukan dari para PBH akan menjadi bahan evaluasi dan perbaikan ke depan.
“Kita dorong sinergi semua pihak untuk memperkuat implementasi Permenkumham Nomor 10 Tahun 2015 yang merupakan turunan dari PP Nomor 42 Tahun 2013. Ini penting agar proses pemberian bantuan hukum dan penyaluran dananya bisa semakin transparan dan efektif,” ujar Ardiningrat.
Dengan penandatanganan kontrak ini, Kanwil Kemenkum HAM Aceh menegaskan komitmennya untuk memastikan keadilan bukan hanya milik yang berpunya. Tahun anggaran 2025 diharapkan menjadi momentum untuk pelayanan hukum yang lebih inklusif dan berkeadilan khususnya di Provinsi Aceh.[RHM]